Hadirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi kabar yang menggembirakan bagi berbagai pihak khususnya para penggerak desa. Dengan hadirnya UU tersebut, desa tak lagi menjadi objek melainkan dipandang sebagai subjek pembangunan. Apalagi selama ini desa seringkali justru terasingkan dari pembangunan. Pembangunan mega infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas SDM masih terkonsentrasi di urban area saja. Padahal, membangun negeri ini tidak terlepas dari membangun desa yang jumlahnya mencapai lebih dari 80.000 di Indonesia.
Sebagai implikasi atas bergesernya sudut pandang terhadap desa menjadi subjek pembangunan, maka sudah seharusnya kompetensi tata kelola keuangan desa ditingkatkan. Sujanarko, Direktur PJ-KAKI KPK menyampaikan bahwa sebagai subjek pembangunan, desa harus meningkatkan kualitas program maupun keluarannya melalui audit dan berbagai paradigma baru yang muncul bersamaan dengan meningkatnya kapasitas desa. Sayangnya, realita tidak menunjukkan hal tersebut. Almas Sjafrina, Peneliti Indonesia Coruption Watch, dalam paparannya menyampaikan bahwa kepala desa merupakan aktor terbanyak ketiga yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Kasus korupsi di desa rupanya juga menjadi kasus yang paling banyak ditindak aparat penegak hukum dalam tiga tahun terakhir dengan berbagai modus di antaranya penggelapan, mark up, dan penyalahgunaan wewenang.
Seringkali publik bertanya-tanya, mengapa anggaran desa marak dikorupsi? Almas memaparkan bahwa banyak alasan yang menjadi latar belakang korupsi dana desa mulai dari tingginya biaya menang pilkades, adanya intervensi dari pejabat di atas kades, tertutupnya pengelolaan anggaran, hingga minimnya pelibatan warga dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa. Korupsi di tingkat desa dapat terjadi melalui salah satu modus atau gabungan di antara beberapa modus tersebut. Pada akhirnya, hak masyarakat desalah yang kembali tercederai. Mereka tidak dapat merasakan dampak pembangunan sebagaimana mestinya. Di Desa Bayan, Lombok Utara misalnya, sebanyak 545 penerima bantuan rupanya belum menerima bantuan berupa pembangunan jamban.
Permasalahan korupsi di tingkat desa merupakan masalah yang kian kompleks selama bertahun-tahun lamanya. Sebagai upaya untuk memberantasnya, Sujanarko menyampaikan bahwa diperlukan pendekatan dengan komunitas, di mana solusi yang diupayakan untuk menyelesaikan kasus korupsi harus di-customize sesuai dengan kebutuhan desa sebab tidak ada satupun obat yang mujarab memberantas seluruh kasus korupsi tanpa kecuali. Terkait hal tersebut, Sujanarko menyampaikan bahwa akses keterbukaan terhadap publik dan seberapa tinggi keterkaitan publik dengan program menjadi dua kunci utama dalam pemberantasan korupsi khususnya di tingkat desa. Adapun KPK dalam hal ini tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan supervisi hingga tingkat desa. Namun demikian, KPK sampai saat ini telah berperan dalam melakukan kajian dan memberi rekomendasi yang lebih baik bagi tata kelola keuangan desa dengan pendekatan komunitas. (ETA/MG)
Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan institusinya telah mengusung program “Desa Antikorupsi” terkait masifnya korupsi dana desa.
Plt Jubir KPK, Ali Fikri
(Sumber: Istimewa)
Pernyataan itu disampaikan Ali Fikri merespons kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menunjukkan adanya kenaikan signifikan pada korupsi dana desa.
Selain perihal korupsi dana desa, besarnya kerugian negara akibat korupsi pada sektor pertanahan dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta perihal aparatur sipil negara (ASN) menjadi profesi terbanyak sebagai pelaku korupsi.
Ali menuturkan korupsi di sektor pertanahan mengakibatkan kerugian negara terbesar, KPK memiliki fokus kerja untuk mengatasi persoalan tersebut melalui tugas koordinasi dan supervisi.
"Kedua tugas ini memberikan perhatian khusus dalam penertiban aset guna mencegah terjadinya kerugian keuangan negara. Sektor pertanahan ini pun menjadi satu dari delapan area intervensi KPK kepada pemerintah daerah melalui Monitoring Center for Prevention (MCP)," ungkapnya.
Lebih lanjut, Ali menambahkan KPK juga memiliki unit baru bernama Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) yang akan fokus pada pencegahan korupsi di lingkungan BUMN.
"Berikutnya, soal ASN sebagai pelaku korupsi terbanyak, KPK mengatasi masalah tersebut dengan mengintensifkan program pendidikan antikorupsi bagi penyelenggara negara dalam program 'Paku Integritas' dan 'Keluarga Integritas'," katanya.
Tak hanya itu, sambung Ali, KPK juga melakukan pengukuran dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk memperoleh skor indeks integritas suatu institusi, serta memberikan poin rekomendasi perbaikan indeks integritas demi meminimalkan celah rawan korupsi.
“Program ini mendorong pengelolaan dana desa yang transparan, melibatkan publik, serta berdaya bagi masyarakatnya. Hal ini salah satunya untuk menekan potensi korupsi pada pengelolaan dana desa," kata Ali Fikri sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (19/4/2022).
Dalam keterangannya, Ali Fikri berpendapat temuan kajian "Laporan Tren Penindakan Korupsi Tahun 2021" oleh ICW relevan dengan fokus kerja lembaganya.
"Menanggapi hasil kajian ICW, terkait kinerja pemberantasan korupsi, kami sampaikan bahwa beberapa temuan dari kajian tersebut relevan dengan fokus kerja KPK saat ini," ucapnya.(19 April 2022 | 10:28 WIB)
Dalam Hal ini Desa Suka Makmur terpilih menjadi salah satu dari beberapa Kabupaten dan Propinsi se-Indonesia untuk menjdi Percontohan Desa Anti Korupsi Nasional.dalam Hal ini Desa Suka Makmur mengikuti kegiatan Kaji Banding ke Kalurahan Panggung Harjo - Yogyakarta pada 6 - 10 February 2023 dengan di dampingi Inspektorat Kab. Kotawaringin Barat dengan harapan semoga menjadi Desa Terpilih pada pemilihan Desa Anti Korupsi yang di adakan oleh KPK.